Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Perkasa, Rupiah Ditutup Loyo ke Level Rp16.492

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah ke posisi 16.492 pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (23/6/2025).
Karyawan memperlihatkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (7/5/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (7/5/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke posisi 16.492 pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (23/6/2025). Sementara itu, dolas AS melonjak di tengah eskalasi perang antara Iran—Israel. 

Dilansir dari Bloomberg, rupiah ditutup melemah sebesar 95,50 poin atau 0,58% menuju level Rp16.492 per dolar AS. Di sisi lain, dolar AS menguat 0,32% ke 99,02.

Di negara Asia lainnya,  dolar AS perkasa. Yen Jepang terkontraksi 0,88% bersama won Korea sebesar 0,83%. Selain itu, yuan China dan ringgit Malaysia turut terkoreksi masing-masing 0,05% dan 0,81%.

Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menerangkan, keperkasaan dolar AS tidak terlepas dari kondisi perang yang terjadi di Timur Tengah. Teranyar, AS telah secara resmi turut serta di dalam perang tersebut.

Ibrahim menilai, salah satu dampak dari perang tersebut adalah penutupan Selat Hormuz, yang akan berpengaruh negatif terhadap kondisi perekonomian di negara-negara Eropa dan Asia. 

“Blokade di selat tersebut akan sangat mengganggu pengiriman minyak dan gas ke beberapa wilayah Asia dan Eropa, yang dapat menyebabkan gangguan ekonomi yang lebih besar di kawasan tersebut,” katanya dalam riset, Senin (23/6/2025).

Selain itu, pasar juga tengah merespon secara negatif perang Israel—Iran. Terlebih, setelah AS secara resmi turut serta di dalam perang tersebut. Ibrahim menilai, perang yang terjadi di Timur Tengah bakal membuat pasokan minyak global terancam.

Terlebih bagi Indonesia yang notabene masih melakukan impor terhadap minyak dari Timur Tengah. Hal ini bakal mengancam stabilitas ekonomi negara akibat potensi lonjakan harga minyak.

”Indonesia  bukan lagi eksportir minyak bersih, sehingga setiap kenaikan harga minyak mentah secara langsung berdampak pada biaya impor dan tekanan terhadap neraca perdagangan,” tambahnya.

Pelemahan rupiah yang disertai meningkatnya harga minyak dunia dinilai bakal memberikan implifikasi fiskal yang serius bagi negara. Pasalnya, saat harga minyak menguat dan rupiah tidak berdaya di hadapan dolar AS, harga bahan bakar minyak (BBM) akan turut melonjak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper