Bisnis.com, JAKARTA — Emiten logam mulia berencana memacu kegiatan eksplorasi guna memaksimalkan momentum bullish harga emas saat ini.
Melansir laman Goldprice pada pukul 15.50 WIB, Senin (23/6/2025), harga emas dunia bertengger di level 3.360,24 per troy ounce. Banderol tersebut menguat 0,83% dalam sebulan terakhir dan tumbuh 28,80% selama kurun 6 bulan.
Seiring lonjakan harga emas, dua emiten tambang logam mulia yakni PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) bakal memacu eksplorasi untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga emas dunia.
Pada 2025, ARCI menyiapkan alokasi belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$80 juta atau lebih rendah dari realisasi tahun lalu yakni US$91,8 juta.
Sementara itu, ANTM sedang mengkaji potensi eksplorasi di sejumlah daerah mulai dari Jawa, Aceh, dan sebagainya. Perseroan bahkan sudah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah terkait rencana tersebut.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer memandang tren bullish harga emas menjadi momentum strategis bagi ANTM dan ARCI untuk mendorong ekspansi.
“Namun, eksplorasi tetap memiliki proses jangka panjang dengan risiko tinggi, mulai dari perizinan, ketidakpastian cadangan, hingga tekanan ESG [environmental, social, and governance],” ujarnya kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, tingginya harga emas memang menjadi katalis positif. Akan tetapi, emiten di sektor ini tetap perlu berhati-hati dalam mengelola belanja modal dengan mengandalkan strategi berbasis data dan keekonomian proyek.
Kiwoom Sekuritas masih optimistis terhadap prospek industri logam mulia, tetapi dengan catatan langkah ekspansi dilakukan secara terukur oleh tiap emiten.
“Selama ekspansi dilakukan secara bertahap dan dengan mitigasi risiko yang kuat, peluang untuk menciptakan nilai jangka panjang masih terbuka lebar,” ucapnya.
Terpisah, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menilai saat ini merupakan momentum yang tepat bagi investor untuk melakukan rotasi portofolio ke sektor-sektor yang berperan sebagai natural hedge, seperti minyak dan emas.
Dia memandang emas diproyeksikan masih menjadi pilihan utama investor global sebagai aset safe haven. Ketidakpastian makroekonomi dan fiskal Amerika Serikat (AS) juga memberikan ruang bagi harga emas untuk melanjutkan penguatan.
“Selama ketidakpastian geopolitik dan ketidakjelasan fiskal AS masih berlanjut, potensi bullish tetap terbuka lebar. Proyeksi teknikal dan fundamental menunjukkan peluang emas bisa melanjutkan penguatan hingga ke level US$3.600,” ucap Ekky.
Genjot Proyek Ekspansi
Dalam perkembangan lain, Direktur Keuangan ARCI Hidayat Dwiputro Sulaksono menuturkan bahwa mayoritas capex US$80 juta pada 2025 diarahkan untuk mendukung eksplorasi dan pengembangan tambang bawah tanah.
“Potensi di eksplorasi dan pengembangan penambangan underground sangat signifikan, jadi kita akan banyak berfokus di situ,” ucapnya baru-baru ini.
Sepanjang tahun lalu, perseroan melaporkan realisasi kegiatan eksplorasi mencapai 427 titik pengeboran. Dari jumlah tersebut, 212 titik dilakukan lewat metode diamond drilling, dengan total kedalaman mencapai 52.357 meter.
Di samping itu, reverse circulation (RC) dilakukan pada 215 titik dengan kedalaman mencapai 23.450 meter. Secara keseluruhan, total pengeboran eksplorasi yang dilakukan perseroan mencapai 75.807 meter pada 2024.
Baca Juga : Ramalan Goldman, JP Morgan Cs Soal Nasib Harga Minyak Kala Wacana Iran Tutup Selat Hormuz |
---|
Direktur Utama ARCI Rudy Suhendra mengungkapkan bahwa perseroan menargetkan pertumbuhan produksi sebesar 25% pada 2025.
Pertumbuhan itu akan ditopang oleh penambangan kembali di pit Araren, pembukaan pit baru di bagian utara konsesi, serta dimulainya penambangan bawah tanah.
Rudy menyampaikan bahwa berdasarkan hasil eksplorasi, pit di bagian utara konsesi memperlihatkan adanya bijih emas kadar tinggi sebesar 60 gram per ton dengan ketebalan 36 meter pada kedalaman 178 meter hingga 214 meter.
“Hingga Juni 2025, penambangan bawah tanah berhasil mencapai kedalaman 425 meter dan secara paralel perusahaan juga mengidentifikasi potensi eksplorasi dan penambangan bawah tanah yang berkelanjutan,” ucap Rudy.
Di sisi lain, ANTM berencana mengevaluasi potensi-potensi cadangan emas di wilayah-wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang dimiliki salah satunya tambang emas di Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Direktur Pengembangan Usaha Antam I Dewa Wirantaya menjelaskan, Antam sedang mengevaluasi kembali perpanjangan IUP di Tambang Pongkor. Harapannya, tambang itu masih menyimpan potensi emas yang masih bisa dimaksimalkan.
“Kami tetap akan membutuhkan dukungan pemerintah sehingga perpanjangan IUP dari Tambang Pongkor bisa kami jalankan setelah studi kelayakan dan reevaluasi bisa dijalankan. Itu dari sisi strategi organik,” ucap Dewa.
Pada 2025, Antam menyiapkan anggaran investasi sebesar Rp7 triliun atau sekitar US$500 juta yang akan difokuskan pada pengembangan proyek-proyek strategis.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Antam, Arianto Sabtonugroho Rudjito, mengatakan bahwa proyek strategis yang dibidik salah satunya pembangunan pabrik pencetakan emas di Gresik, Jawa Timur.
Selain itu, perseroan akan fokus pada penyelesaian proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah yang berlokasi di Kalimantan Barat.
Arianto menuturkan bahwa saat ini perseroan tidak memiliki utang bank. Untuk itu, Antam tengah menjajaki opsi pendanaan dari perbankan guna mendukung realisasi investasi tersebut yang ditargetkan selesai dalam waktu dekat.
“Antam saat ini tidak memiliki utang bank dalam neracanya, sehingga posisi keuangan kami sangat kuat untuk menopang pertumbuhan ke depan,” pungkasnya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.