Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dibayangi Tantangan Pungutan Ekspor, Prospek Emiten Sawit Masih Cerah

Prospek kinerja emiten sawit pada tahun ini dinilai masih cerah meskipun diwarnai dinamika kebijakan pemerintah yang menaikkan pungutan ekspor CPO menjadi 10%.
Foto aerial perkebunan sawit di Riau. Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial perkebunan sawit di Riau. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Prospek kinerja emiten sawit pada tahun ini dinilai masih cerah meskipun diwarnai dinamika kebijakan pemerintah yang menaikkan pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari 7,5% menjadi 10% pada tahun ini.

Kiwoom Sekuritas menilai mayoritas emiten sawit mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang signifikan pada kuartal I/2025, mencerminkan optimisme pelaku pasar terhadap sektor ini meski dihadapkan pada berbagai tantangan kebijakan dan iklim global.

Head Riset Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mencontohkan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) yang berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp341,5 miliar, melonjak tajam 233% secara tahunan (year-on-year/yoy). Tak ketinggalan, PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT) juga membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 28,8% yoy di periode yang sama.

Liza menilai tren positif ini tak lepas dari perbaikan produktivitas tanaman sawit secara nasional. Terlebih Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan produksi CPO nasional akan meningkat sebesar 4%-5% sepanjang 2025.

Namun, sektor ini juga dihadapkan pada tantangan baru menyusul kebijakan pemerintah yang menaikkan pungutan ekspor CPO dari 7,5% menjadi 10% mulai 17 Mei 2025. Kenaikan ini diproyeksikan memangkas margin laba emiten sebesar 3%-5% dalam jangka pendek.

"Meski demikian, sejumlah emiten seperti SSMS dan CBUT tetap menunjukkan optimisme. Mereka menyiapkan langkah antisipatif melalui efisiensi operasional dan ekspansi hilirisasi untuk menjaga daya saing dan profitabilitas," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/6/2025).

Dari sisi harga komoditas, prospek CPO masih menjanjikan. Harga CPO diperkirakan akan tetap tinggi pada 2025, dengan rata-rata mencapai 4.350 MYR per ton atau naik 5,4% dibanding tahun lalu.

Faktor pendorong utamanya adalah kebijakan mandatori biodiesel B40 yang mendorong konsumsi domestik, serta potensi gangguan cuaca yang dapat menekan pasokan global.

Sisi lain, Liza turut mengingatkan adanya risiko eksternal yang perlu dicermati, seperti persaingan dari minyak nabati lain yang lebih murah serta kebijakan deforestasi dari Uni Eropa yang dapat membatasi ekspor CPO.

Senior Equity Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Farras Farhan memproyeksikan harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan akan tetap stabil sepanjang tahun ini di kisaran 4.100 MYR/ton hingga MYR 4.200/ ton.

Menurutnya optimisme ini didorong oleh beberapa katalis penting seperti implementasi program B40 terutama di sektor pertambangan. Selain itu juga permintaan dari pasar domestik maupun internasional yang masih tinggi.

Negara-negara seperti Vietnam, Thailand, dan India tercatat aktif menyerap pasokan CPO dari Indonesia.

"View kami terhadap emiten CPO masih cukup bullish pada tahun ini dan kinerja yang dicatatkan kuartal sebelumnya akan berlanjut positif di kuartal berikutnya," ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa akan ada potensi penurunan margin laba bersih pada kuartal II/2025 hingga kuartal III/2025 ini akibat beban pemupukan yang baru tercatat. Meski demikian, secara tahunan (year-on-year), pertumbuhan laba emiten CPO dinilai tetap signifikan.

Harga CPO saat ini berada di kisaran 3.900 MYR per ton, disebut telah merefleksikan harga fundamentalnya. Meski begitu, dia memperkirakan masih ada potensi kenaikan pada kuartal selanjutnya.

“Curah hujan tahun ini tidak akan terlalu ekstrem, sehingga pasokan tetap stabil dan mendorong potensi kenaikan harga,” imbuhnya.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, dia memproyeksikan harga CPO hingga akhir tahun tetap berada di kisaran MYR 4.100 – MYR 4.200 per ton.

Mengenai wacana kebijakan pungutan ekspor Farras Farhan menyebut bahwa dampaknya terhadap emiten CPO tidak akan terlalu signifikan, tetapi tetap ada pengaruh khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang aktif di ekspor seperti PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS).

Pasalnya kebijakan ini diharapkan mampu mendorong penyerapan domestik dan meningkatkan penjualan dalam negeri.

"Ini lebih sebagai dorongan pemerintah bagi produsen domestik agar meningkatkan produksi," tambahnya.

Dia pun merekomendasikan saham emiten CPO yang memiliki struktur net cash kuat dan profil utang yang rendah, serta konsisten membagikan dividen. Salah satu saham yang menjadi PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG)

Dia menilai TAPG punya potensi cerita yang menarik karena baru saja membagikan dividen dan berencana meningkatkan produksi biodiesel.

Farras memperkirakan secara fundamental, target harga saham TAPG bisa mencapai Rp1.200 - Rp1.300 per lembar.

_________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper