Bisnis.com, JAKARTA — Paket stimulus pemerintah senilai Rp24,44 triliun selama Juni-Juli 2025 dinilai berpotensi memberikan dampak positif terhadap kinerja penjualan emiten konsumer, baik siklikal maupun nonsiklikal.
Pemerintah diketahui telah menggelontorkan paket stimulus ekonomi yang mencapai Rp24,44 triliun atau sekitar US$ 1,5 miliar untuk periode Juni–Juli 2025, dengan fokus penguatan konsumsi rumah tangga melalui berbagai insentif.
Insentif mencakup subsidi transportasi publik, diskon tol, potongan tarif listrik dan asuransi kecelakaan kerja, bantuan pangan dan tunjangan upah bagi jutaan pekerja berpenghasilan rendah, serta insentif pembelian sepeda motor listrik.
Tujuannya mendongkrak daya beli dan konsumsi selama liburan sekolah untuk mencapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II/2025 mendekati 5%.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa dengan harapan konsumsi domestik meningkat, kinerja emiten konsumer diharapkan meraih dampak positif dari kebijakan tersebut.
“Tentunya diharapkan ini akan membuat implikasi yang positif terhadap kinerja penjualan emiten konsumer, baik siklikal maupun nonsiklikal. Terpenting adalah kinerja fundamentalnya,” ujar Nafan kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).
Dari sisi teknikal, dia menyebut bahwa ada beberapa saham yang belum mencapai target tertingginya, seperti PT Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP).
Nafan lantas menyematkan rekomendasi beli untuk AMRT dengan target harga Rp2.700 per saham, INDF sebesar Rp8,825, dan target ICBP di level Rp14.025 per saham.
Di sisi lain, terkait kebijakan moneter, peran Bank Indonesia (BI) juga dinilai krusial dalam menjaga momentum pemulihan. Dia menilai jika bank sentral melanjutkan kebijakan moneter secara ekspansif termasuk penurunan suku bunga acuan atau BI Rate, maka akan tercipta pengurangan biaya pinjaman oleh korporasi.
“Sektor konsumer menjadi salah satu sektor yang paling diuntungkan dari kombinasi stimulus fiskal dan moneter tersebut,” pungkas Nafan.
Dia memandang jika program pemerintah berhasil, maka potensi kenaikan harga saham emiten konsumer unggulan bakal terbuka lebar yang pada akhirnya turut mengerek kapitalisasi pasar perusahaan di lantai bursa.
Rekomendasi Analis untuk Saham Konsumer
Sementara itu, Analis Ciptadana Sekuritas Asia Putu Chantika Putri menuturkan bahwa stimulus pemerintah bakal berperan sebagai penyangga jangka pendek, khususnya untuk kuartal dua dan ketiga pada tahun ini.
Menurutnya, insentif tersebut menyusul pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hanya mencapai 4,9% secara tahunan (year on year/YoY) pada kuartal I/2025.
“Namun, kami tetap berhati-hati terhadap prospek jangka menengah-panjang mengingat tekanan makroekonomi yang masih berlangsung, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan lemahnya sentimen konsumen,” ujarnya dalam riset terbaru.
Dia menyebut pertumbuhan sektor barang konsumsi primer (staples) melambat pada kuartal I/2025 akibat tekanan pada daya beli konsumen, serta pergeseran waktu Lebaran. Ini berbeda dengan kuartal I/2024 yang terdorong belanja jelang pemilu.
Kendati demikian, emiten dalam cakupan Ciptadana tetap mencatatkan tren penjualan positif pada April dan Mei didukung oleh jumlah hari jual yang lebih panjang, yakni 84 hari pada kuartal II/2025 dibandingkan dengan 78 hari pada kuartal sebelumnya.
“Kondisi ini diperkirakan akan menopang kinerja penjualan yang lebih kuat. Kami memperkirakan pertumbuhan penjualan sebesar 7% pada 2025, yang didorong oleh kombinasi kenaikan harga jual rata-rata dan pertumbuhan volume,” ucapnya.
Ciptadana Sekuritas tetap mempertahankan peringkat netral untuk sektor konsumer dengan preferensi pada emiten yang memiliki kekuatan pasar domestik ataupun ekspor, serta kemampuan penetapan harga yang solid.
Di tengah proyeksi tersebut, saham pilihan atau top picks Ciptadana di sektor konsumer mencakup PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk. (CMRY), ICBP, serta INDF.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.