Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri properti menyambut positif penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 5,5%. Namun, perlu ada sinergi lanjutan dari perbankan agar dampak penurunan terasa di pasar.
Bank sentral diketahui telah memangkas suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5% pada Mei 2025. Adapun suku bunga deposit facility juga turun menjadi 4,75%, sedangkan suku bunga lending facility tetap 6,25%.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk. (DILD), Theresia Rustandi, mengatakan bahwa penurunan suku bunga acuan menjadi langkah positif BI dalam mendorong pemulihan, termasuk untuk sektor properti.
Meski demikian, dia menilai tingkat bunga tersebut belum sepenuhnya memberikan dorongan signifikan bagi segmen residensial menengah, yang dinilai sangat sensitif terhadap suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
“Terpenting adalah kerja sama dari perbankan untuk bisa melakukan penyesuaian cepat juga terhadap perubahan suku bunga tersebut,” ujarnya, Selasa (27/5/2025).
Menurutnya, keputusan masyarakat untuk membeli rumah sangat ditentukan oleh kemampuan mencicil. Semakin rendah suku bunga KPR, maka daya beli masyarakat akan meningkat. Selain itu, properti merupakan industri dengan multiplier effect besar, melibatkan 185 sektor seperti konstruksi, manufaktur, dan bahan bangunan.
Baca Juga
Namun, Theresia memahami bahwa BI turut mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti stabilitas ekonomi dan inflasi dalam menetapkan suku bunga acuan.
“Ketika sektor ini tumbuh, banyak sektor turunan ikut terdorong. Namun, kami juga memahami bahwa BI tentu mempertimbangkan faktor seperti stabilitas ekonomi dan inflasi dalam menetapkan suku bunga acuan,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Perusahaan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI), Christy Grassela, menilai pentingnya tren suku bunga yang konstruktif untuk mendukung keputusan pembelian properti yang bersifat jangka panjang.
Dia juga menambahkan bahwa suku bunga tidak bisa berdiri sendiri dalam mendorong sektor properti dalam negeri. Faktor lain seperti nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi (GDP) juga harus bergerak dalam arah yang positif dan berkesinambungan guna memberikan keyakinan kepada konsumen.
“Pembelian properti merupakan komitmen jangka menengah dan panjang, butuh tren positif untuk mendorong keputusan pelanggan membeli properti,” tutur Christy.
___________________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.