Bisnis.com, JAKARTA – Penerbitan surat utang korporasi diperkirakan tetap meningkat pada tahun ini, meski tingginya kebutuhan pembiayaan pemerintah melalui penerbitan surat utang negara (SUN) tetap membayangi.
Suhindarto, Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), mengatakan bahwa proyeksi meningkatnya penerbitan surat utang korporasi sejalan dengan tren positif yang sudah terlihat sejak awal tahun.
Berdasarkan data Pefindo, total emisi surat utang hingga akhir Maret 2025 telah mencapai Rp46,75 triliun. Jumlah tersebut meningkat signifikan sebesar 77,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp26,35 triliun.
“Secara agregat, kami melihat tren penerbitan tahun ini justru berpotensi lebih tinggi dari tahun lalu,” tuturnya dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025).
Proyeksi ini seiring tingginya kebutuhan refinancing pada 2025. Pasalnya, jatuh tempo obligasi tahun ini diperkirakan mencapai Rp161,21 triliun karena sebagian besar surat utang berasal dari penerbitan tenor pendek yang kini memasuki masa pelunasan.
Di sisi lain, Pefindo turut mencermati potensi tekanan imbal hasil atau yield akibat meningkatnya suplai SUN. Hal ini dikarenakan pemerintah tengah menghadapi defisit anggaran lebih besar, serta nilai jatuh tempo SUN yang meningkat.
Baca Juga
“Dalam kondisi seperti ini, walau permintaan tetap tinggi, tekanan dari sisi suplai bisa menahan penurunan yield lebih lanjut,” ujar Suhindarto.
Pefindo memproyeksikan penerbitan surat utang korporasi 2025 akan berada di kisaran Rp139,29 triliun hingga Rp155,43 triliun dengan titik tengah Rp143,92 triliun.
Hingga akhir Maret 2025, Pefindo mencatat nilai mandat pemeringkatan yang belum listing mencapai Rp74,46 triliun, atau menandakan pipeline penerbitan masih kuat.
Sektor multifinance dan perbankan menjadi penyumbang terbesar, dengan masing-masing mencatat mandat sebesar Rp14,8 triliun dan Rp12,6 triliun.
Sementara itu, dalam konteks ketidakpastian global, Suhindarto menyatakan bahwa investor akan semakin selektif dan cenderung mengalihkan portofolionya ke instrumen yang lebih aman, seperti obligasi korporasi dan surat utang negara.
“Dalam kondisi pasar saham yang tidak kondusif, investor cenderung akan mengalihkan aset mereka ke instrumen pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah atau obligasi korporasi,” pungkasnya.