Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) Feriany Eddy mengatakan perseroannya tidak memiliki rencana pembelian kembali atau buyback saham selepas harga saham terkoreksi lebar awal tahun ini.
Febriany berpendapat koreksi yang terjadi pada saham INCO turut dialami sebagian besar emiten lain di bursa. Hanya saja, Febriany tidak membuka opsi untuk buyback.
“Kalau buyback enggak ya,” kata Febriany saat temu media di Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Menurut dia, koreksi saham saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh volatilitas pasar. Dia menegaskan perseroannya tetap ekspansif dan mencatatkan pertumbuhan dari sisi kinerja keuangan dan operasional.
“Kita tidak sendiri ya, seluruhnya [saham] turun kan ya, ini kondisi yang semua orang menghadapi bukan kita sendiri,” kata Febriany.
Dari lantai bursa, saham INCO susut 2,88% atau turun 70 poin ke level Rp2.360 per saham sampai penutupan perdagangan sesi I hari ini, Rabu (19/3/2025).
Baca Juga
Adapun, saham INCO telah susut 42,41% atau 1.738 poin jika dibandingkan dengan peforma tahun lalu.
Di sisi lain, Febriany menambahkan, perseroannya tengah mengakselerasi pengerjaan 3 proyek yang menjadi komitmen dalam perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Ketiga proyek itu di antaranya IGP Morowali dengan nilai investasi mencapai sekitar US$2 miliar, bekerja sama dengan GEM. Rencanannya, Vale bersama dengan mitra bakal membangun pabrik HPAL dengan kapasitas 60.000 ton MHP per tahun.
Selanjutnya, proyek IGP Pomala bekerja sama dengan Ford dan Huayou. Proyek tambang dan HPAL ini menelan investasi sekitar US$4,5 miliar.
Sementara itu, proyek IGP Sorowako Limonite bersama dengan Huayou menelan investasi sekitar US$2,3 miliar. Rencanannya, pabrik HPAL dari proyek ini bisa menghasilkan 60.000 ton MHP setiap tahunnya.
“Kalau tambangnya sendiri kontruksinya sudah mobilisasi dari akhir tahun lalu, sesuai rencana akan selesai tahun depan juga di kuartal I atau kuartal II, total investasinya itu besar ya karena 120.000 ton HPAL,” katanya.
Sebelumnya, INCO tengah mengincar pinjaman sebesar US$1,2 miliar untuk memulai proyek pengembangan blok tambang anyar tahun ini.
Manuver untuk menarik pendanaan lewat pinjaman perbankan itu dilakukan setelah lembaga pemeringkat S&P Global Ratings mengerek peringkat kredit INCO menjadi BB+ dengan prospek stabil, dari semula BB akhir Desember 2024.
Adapun, INCO mencatat laba bersih sepanjang 2024 sebesar sebesar US$57,76 juta atau sekitar Rp931,33 miliar.
Torehan laba bersih itu susut 78,96% dibandingkan dengan capaian laba sepanjang tahun 2023 di angka US$274,33 juta atau sekitar Rp4,22 triliun.
INCO mencatat penurunan pendapatan ke level US$950,38 juta sepanjang tahun lalu. Posisi pendapatan itu terkoreksi 22,87% dibandingkan dengan realisasi pendapatan sepanjang tahun 2023 di level Rp1,23 triliun.
Sementara itu, beban pokok pendapatan INCO selama periode 2024 sebesar US$842,16 juta, posisi beban itu relatif tidak banyak bergerak dari pencatatan beban tahun 2023 sebesar US$885,24 juta.
Setelah dikurangi beban, laba bruto untuk periode 2024 susut ke level US$108,22 juta, dari posisi tahun sebelumnya di angka US$302,15 juta. Laba bruto itu tergerus lebih dari separuhnya sepanjang 2024.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.