Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) menargetkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit-2 mulai beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) pada Mei sampai Juni 2025.
Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio mengatakan proyek itu bakal efektif berkontribusi pada pendapatan perseroan tahun ini.
“Analis juga sudah ekpektasi, residu dan income itu sudah memberikan kontribusi yang nyata di tahun 2025 ini,” kata Yurizki saat temu media di Jakarta, Senin (10/3/2025).
Adapun, PGEO telah menyepakati tarif kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero) di level US$7,53 sen per kilowatt (kWh) untuk proyek tersebut. Kesepakatan itu diteken kedua perusahaan sejak 2011.
Proyek Lumut Balai Unit 2 menjadi bagian dari rencana kerja PGEO untuk meningkatkan utilitas setrum dari potensi tambahan kapasitas sebesar 340 megawatt (MW) tahun ini.
Beberapa potensi tambahan daya itu berasal dari lapangan panas bumi milik PGEO, di antaranya Lumut Balai (40 MW), Lumut Balai Unit 2 (55 MW) Hululais Unit 1 dan 2 (110 MW), Hululais Binary Unit (60 MW), Ulubelu (40 MW), Lahendong (35 MW).
Baca Juga
Saat ini, PGEO memiliki total kapasitas sebesar 1.887 megawatt dari 13 wilayah kerja panas bumi dengan rincian 672 megawatt dari operasional sendiri dan 1.205 megawaat dari kontrak dengan klien.
Di sisi lain, Yurizki menegaskan, proyek co-generation dengan potensi tambahan setrum sekitar 45 megawatt (MW) telah masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang anyar.
“Co-generation ini dari Ulubelu Binary [30 MW] dan Lahendong (15 MW), total kemungkinan on stream kita kejar antara 2026 sampai 2027,” kata dia.
Ihwal proyek Hululais, dia memperkirakan, proyek itu bisa COD pada periode 2027 sampai dengan 2028. Dia berharap sejumlah proyek raksasa itu bisa mengerek kinerja PGEO dalam jangka panjang.
Dari lantai bursa, saham PGEO belakangan telah terkoreksi ke level Rp825 per saham per Senin (10/3), atau minus 5,71% dari harga saat penawaran umum perdana saham atau IPO pada 24 Februari 2023 lalu di level Rp875 per saham.
Sementara itu, konsensus analis sebelumnya memperkirakan laba bersih PGEO tumbuh terbatas pada tahun 2024.
Berdasarkan konsensus 5 analis yang dihimpun Bloomberg, estimasi perkiraan laba PGEO berada di level US$165,40 juta sepanjang 2024, naik tipis 1,1% dari posisi laba bersih tahun 2023 di level Rp163,59 juta.
Perkiraan laba itu turut didorong penurunan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) dari US$375,8 juta pada 2023 menjadi US$340,25 juta pada tahun 2024.
Selain itu, konsensus Bloomberg memperkirakan, pendapatan operasi dari PGEO ikut susut ke level US$231 juta pada tahun ini, terkoreksi 5% dari posisi tahun sebelumnya di angka US$243 juta.
Dalam riset terbarunya, INA Sekuritas menyematkan rekomendasi buy untuk PGEO dengan target harga Rp1.230 per saham. INA beralasan, PGEO saat ini memiliki posisi arus kas yang kuat dengan kas setara US$657,6 juta dan posisi liabilitas yang susut.
“PGEO punya target yang ambisius, dengan membidik kapasitas listrik 1 gigawatt (GW) pada 2026, dengan tambahan sekitar 600 megawatt (MW) 5 tahun mendatang,” tulis analis INA Sekuritas lewat riset dikutip, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, analis INA menambahkan, PGEO turut menargetkan penyelesaian proyek ekspansi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 paruh pertama tahun ini.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.