Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal melanjutkan tren koreksi pada perdagangan hari ini, Selasa (11/3/2025), terbebani pelemahan bursa Wall Street hingga kenaikan tarif royalti batu bara dan mineral logam.
“Melemahnya indeks di bursa Wall Street siring kekhwatiran investor akan potensi resesi ekonomi diprediksi akan menjadi sentimen negatif di pasar,” tulis tim riset CGS International Sekuritas Indonesia dikutip, Selasa (11/3/2025).
Sementara itu, tim riset CGS menambahkan, rencana kenaikan tarif royalti batu bara dan mineral logam bakal ikut menjadi sentimen negatif bagi investor.
Apalagi, aksi jual investor asing cukup deras sejak akhir tahun lalu yang berpeluang untuk berlanjut saat ini.
“IHSG diprediksi akan melanjutkan pelemahannya dengan kisaran support 6530/6460 dan resist 6670/6735,” tulis rim riset CGS.
Pandangan yang sama turut didorong MNC Sekuritas. Menurut mereka, IHSG bakal kembali melanjutkan tren koreksi.
Baca Juga
“IHSG masih berpeluang untuk menguji 6.686 sampai 6.762 secagai area penguatan terdekatnya membentuk bagian dari Wave B,” tulis Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana dalam risetnya, Senin (11/3/2025).
Seperti diberitakan sebelumnya, pasar saham Amerika Serikat (AS) anjlok pada perdagangan Senin (10/3/2025) di tengah meningkatnya kekhawatiran akan dampak perang dagang serta potensi penutupan pemerintahan federal, yang semakin memperburuk prospek ekonomi.
Melansir Reuters, Selasa (11/3/2025), indeks Dow Jones ditutup melemah 890,01 poin (2,08%) ke level 41.911,71, indeks S&P 500 turun 155,64 poin (2,70%) ke 5.614,56, dan indeks Nasdaq Composite anjlok 727,90 poin (4,00%) ke 17.468,32.
Aksi jual besar-besaran yang terjadi pekan lalu kembali berlanjut dengan intensitas lebih tinggi.
Tiga indeks utama Wall Street mengalami penurunan signifikan, dengan Nasdaq mencatat kejatuhan harian terbesar sejak September 2022.
Indeks S&P 500 kini telah melemah 8,6% dari rekor tertingginya bulan lalu. Nasdaq, yang telah tergelincir lebih dari 10% dari puncaknya pada Desember, secara teknis memasuki fase koreksi.
Tekanan tambahan datang dari pelemahan yen Jepang dan lonjakan imbal hasil obligasi, yang memicu pelepasan posisi carry trade dan berdampak besar pada saham-saham teknologi, termasuk kelompok saham-saham raksasa teknologi berbasis kecerdasan buatan yang dikenal sebagai "Magnificent 7".
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.