Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara diyakini memberikan sentimen positif bagi pasar modal Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari figur pemimpin lembaga baru tersebut.
Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi Danantara di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/2/2025). Hal ini ditandai dengan penandatanganan UU No. 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 mengenai BUMN.
Selain itu, Presiden turut meneken Peraturan Pemerintah No. 10/2025 yang mengatur Organisasi dan Tata Kelola Danantara, sekaligus Keppres No. 30/2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPI Danantara.
Rosan Roeslani, selaku Menteri Investasi dan Kepala BKPM, ditunjuk sebagai Chief Executive Officer (CEO) Danantara. Rosan menggantikan posisi Muliaman Hadad, yang sebelumnya dilantik sebagai Kepala BPI Danantara pada 22 Oktober 2024.
Di samping itu, terdapat dua posisi di bawah CEO BPI Danantara, yaitu Chief Operating Officer (COO) yang bertanggung jawab untuk Holding Operasional, dan Chief Investment Officer (CIO) mengendalikan Holding Investasi BUMN.
Untuk posisi tersebut, Prabowo memilih Pandu Patria Sjahrir untuk menduduki posisi CIO yang bertanggung jawab mengelola investasi dan pemberdayaan aset BUMN.
Baca Juga
Sementara itu, posisi COO dipercayakan kepada Dony Oskaria yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN. Di posisi barunya ini, dia akan bertanggung jawab mengelola operasional BUMN yang ada di bawah BPI Danantara.
Tim Riset Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menyatakan bahwa pasar cenderung merespons positif peluncuran Dananatara, terutama dengan komposisi kepemimpinan yang dihuni oleh figur berpengalaman seperti Rosan hingga Pandu Sjahrir.
“Kombinasi ini memberikan optimisme terkait tata kelola dan strategi investasi Danantara ke depannya,” ujar Miftahul kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).
Dia memperkirakan komposisi tersebut juga akan berdampak pada saham-saham yang terafiliasi dengan Danantara, yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM).
Menurutnya, apabila Danantara mampu mendorong efisiensi, optimalisasi aset, serta ekspansi bisnis yang meningkatkan nilai perusahaan, maka hal tersebut akan memberikan sentimen positif bagi saham-saham perusahaan pelat merah.
“Meski demikian, kami kira tetap dan perlu mencermati implementasi kebijakan dan strategi investasi yang akan dijalankan ke depannya,” kata Miftahul.
Dihubungi terpisah, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto memandang kehadiran Danantara tidak akan berdampak langsung terhadap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Begitu pula ketika lembaga baru ini sudah berjalan.
Namun, Rudiyanto menyatakan jika mampu dikelola dengan baik, Danantara berpotensi besar menjadi entitas yang berpengaruh di pasar modal.
“Bayangkan saat IHSG mengalami koreksi tajam, Danantara mengumumkan keikutsertaannya di pasar. Meskipun tidak menjamin kenaikan, hal itu dapat memberikan keyakinan kepada pelaku pasar bahwa pemerintah peduli,” ucapnya.
Sebelumnya, Analis Reliance Sekuritas, Efraim Samuel, menilai pembentukan Danantara sangat menarik karena dapat mengatasi kendala dalam pengambilan keputusan di perusahaan pelat merah khususnya perbankan.
Dia juga menyoroti dampak pembentukan Danantara ke sektor energi terbarukan. Dengan keberadaan superholding, perusahaan di bawah Danantara dinilai lebih mudah menjalin kerja sama dengan perusahaan asing melalui skema joint venture.
“Kami melihat sektor energi terbarukan atau EBT akan menjadi salah satu fokus utama Danantara. Dengan demikian, hal tersebut diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia,” tutur Efraim.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.