Bisnis.com, JAKARTA — Langkah Pemerintah Indonesia dibawah komando Presiden Prabowo Subianto yang tengah mengupayakan efisiensi anggaran dinilai akan berdampak pada sejumlah sektor saham di pasar modal.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai efisiensi anggaran yang dijalankan pemerintah membawa dampak negatif dan positif.
"Di satu sisi, ini bisa jadi sinyal positif karena menunjukkan pemerintah lebih disiplin dalam mengelola keuangan, yang bisa menjaga stabilitas ekonomi dan bikin investor lebih percaya diri," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (11/2/2025).
Akan tetapi, di sisi lainnya, apabila pemangkasan anggaran menyentuh belanja infrastruktur, subsidi, atau stimulus ekonomi, pertumbuhan bisa melambat dan beberapa sektor bisa kena imbasnya.
Di pasar saham, sektor yang paling terdampak biasanya emiten konstruksi dan infrastruktur seperti PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), hingga PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT). Sebab, proyek-proyek emiten tersebut sangat bergantung pada dana pemerintah.
"Kalau anggaran dikurangi, bisa jadi ada penundaan atau pengurangan proyek yang berdampak ke pendapatan mereka [emiten konstruksi dan infrastruktur]," tutur Felix.
Baca Juga
Sebaliknya, sektor keuangan seperti bank jumbo PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) bisa lebih diuntungkan, apalagi jika efisiensi anggaran membuat defisit fiskal lebih terkendali.
Alhasil, efek efisiensi anggaran ke pasar saham tergantung ke sektor mana anggaran dipangkas. "Investor perlu lebih selektif, menghindari sektor yang terlalu bergantung pada dana pemerintah, dan mempertimbangkan sektor yang lebih defensif di tengah perubahan kebijakan ini," ujar Felix.
Sementara, Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai efisiensi anggaran bisa memberikan dampak negatif terhadap penurunan kinerja sejumlah sektor emiten.
"Adapun sektor yang terdampak negatif yaitu sektor infrastruktur, khususnya konstruksi, basic industry seperti semen, industri perhotelan, serta transportasi," ujar Sukarno kepada Bisnis pada Selasa (11/2/2025).
Sebagai infromasi, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan penghematan hingga Rp306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025 lewat Inpres 1/2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 sebagai tindak lanjut Inpres 1/2025 tersebut. Sri Mulyani memerintahkan kementerian/lembaga (K/L) untuk melakukan revisi anggarannya sesuai persentase pemangkasan yang ditentukan dalam lampiran surat itu.
Selanjutnya, setiap usulan revisi anggaran tersebut diserahkan ke DPR untuk disetujui kemudian diserahkan kembali ke Kemenkeu paling lambat tanggal 14 Februari 2025.
Adapun, salah satu kementerian/lembaga yang terkena efisiensi adalah adalah anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang bakal dipangkas hingga Rp81 triliun dari total pagu sebesar Rp110,95 triliun.
Batu Sandungan Emiten BUMN Karya
Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengungkapkan pemangkasan anggaran infrastruktur oleh pemerintah dinilai akan menjadi batu sandungan bagi kinerja emiten BUMN Karya.
“Prospek kinerja emiten BUMN Karya sedikit kurang baik dan pasar masih merespons kurang bagus setelah adanya pemangkasan anggaran infrastruktur,” ujarnya saat dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Sukarno menilai bahwa masih ada beberapa faktor yang berpeluang menjadi sentimen positif bagi BUMN Karya ke depan.
Dia mengatakan jika pemulihan ekonomi berjalan baik, permintaan terhadap jasa konstruksi dapat meningkat. Di samping itu, kebijakan pemerintah yang mendukung, disebut dapat membantu mendorong peningkatan kinerja sektor konstruksi.
“Jika pemulihan ekonomi berjalan baik, maka permintaan jasa konstruksi bisa meningkat. Regulasi, efisiensi biaya, keberhasilan restrukturisasi utang, serta rencana konsolidasi juga bisa menjadi sentimen positif lainnya,” kata Sukarno.
Terkait rencana konsolidasi BUMN Karya, Analis Bahana Sekuritas Kevin Jonathan Panjaitan menuturkan langkah itu akan berdampak positif pada lanskap industri konstruksi. Sebab, upaya tersebut bertujuan mengurai masalah keuangan dan persaingan tak sehat yang selama ini terjadi di antara kontraktor pelat merah.
Konsolidasi PT Hutama Karya (Persero) dan Waskita, misalnya, bakal membentuk holding yang fokus pada pengembangan jalan tol. Lalu, ADHI, PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero) fokus di sektor infrastruktur air.
Sementara itu, PTPP dan WIKA berkonsentrasi pada pengembangan bandara, pelabuhan laut, serta proyek EPC (engineering, procurement, and construction).
“Menurut pemeriksaan kami, pembentukan holding Hutama Karya akan menjadi prioritas utama, diikuti oleh ADHI dan PTPP, karena studi pembentukan holding Hutama Karya telah memasuki tahap finalisasi,” ujar Kevin.
Di sisi lain, ADHI dinilai menjadi pihak paling diuntungkan dari rencana pembentukan holding. Pasalnya, perseroan bakal menjadi induk bagi Nindya Karya dan Brantas Abipraya yang memiliki neraca keuangan dan profitabilitas kuat.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.