Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pertambangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mematok target tinggi pertumbuhan kinerja di tengah rencana otoritas mineral yang akan memangkas kuota produksi nikel nasional tahun ini.
Presiden Direktur INCO Febriany Eddy mengatakan perseroannya tengah meningkatkan efisiensi biaya produksi untuk memaksimalkan pendapatan di tengah fluktuasi harga nikel saat ini.
Febriany enggan berkomentar banyak ihwal spekulasi harga nikel tahun ini seiring dengan rencana pemerintah memotong kuota produksi.
Menurut dia, pendapatan perseroan bisa tumbuh lebih tinggi secara tahunan dengan konsen pada efisiensi biaya produksi.
“Tinggal masalahnya adalah di dalam jangka pendek ini, pasti sangat fluktuatif dan itu tidak bisa kita kontrol, jadi kita bisa menyikapi dengan meningkatkan efisiensi biaya,” kata Febriany saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Di sisi lain, Febriany memastikan, rencana produksi tahun ini bakal lebih tinggi dari pada capaian sepanjang tahun lalu.
Baca Juga
Menurut dia, prospek nikel dalam jangka panjang bakal tetap menarik di tengah momentum transisi energi saat ini.
“Dan produktivitas target kita akan lebih tinggi lagi daripada 2024 dan harus lebih baik lagi,” kata dia.
Sinyal soal kenaikan produksi nikel itu turut didorong ANTM. Direktur Utama ANTM Nico Kanter berharap pemerintah dapat memberikan kuota produksi yang lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya.
“RKAB ada satu kita lagi revisi kita mau tetap lebih tinggi tapi itu kan belum keluar, yang di tangan sih sudah baik, karena kita mau lebih tinggi sebenarnya lagi kalau pemerintah support dengan revisi RKAB-nya,” kata Nico saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Di sisi lain, Nico memastikan, kinerja keuangan ANTM sampai akhir 2024 relatif baik ditopang oleh momentum reli harga emas sepanjang tahun. Hanya saja, Nico belum banyak berkomentar soal target kinerja tahun ini.
“Insyallah angka keuangannya tidak mengecewakan, mestinya yang terbaik,” kata Nico.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji rencana pemangkasan kuota produksi bijih nikel menjadi 150 juta ton pada tahun ini. Kuota itu turun signifikan dibandingkan jatah produksi sepanjang 2024 di level 272 juta ton.
Adapun, harga nikel global anjlok sebesar 45% pada 2023 dan tak pulih hingga tahun ini. Melonjaknya pasokan dari Indonesia, yang kini menyumbang lebih dari separuh produksi nikel dunia, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan telah membebani pasar dan memaksa beberapa produsen di negara lain untuk menghentikan operasinya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kementeriannya masih mengkaji soal pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari sejumlah perusahaan nikel. Menurut Bahlil, pembatasan bisa saja dilakukan demi menjaga harga nikel.
"Jadi jangan sampai kita jor-joran. Yang paling bagus itu adalah RKAB-nya banyak, harganya bagus. Nah, itu ok. Tapi kalau harganya anjlok, kemudian kita kasih RKAB-nya banyak, tambah anjlok lagi [harga nikel]," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2025).
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.