Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tambang nikel PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel menambah kepemilikan sahamnya di PT Obi Nickel Cobalt melalui transaksi akuisisi senilai Rp2,11 triliun.
Akuisisi ini dilakukan NCKL dengan mengambil alih 628.240 lembar saham atau 10% kepemilikan Obi Nickel yang sebelumnya dipegang oleh Li Yuen Pte. Ltd. Saham ditransaksikan di harga Rp3.370.570 per lembar atau secara total setara dengan US$140,09 juta.
Manajemen NCKL menerangkan akuisisi 10% saham Li Yuen itu berdasar pada potensi pengembangan bisnis yang menjanjikan dari PT Obi Nickel Cobalt.
“Dengan peningkatan kepemilikan tersebut, perseroan juga dapat memberikan kepastian untuk memasok pasokan bijih nikel kepada entitas asosiasi perseroan,” tulis manajemen NCKL dalam keterbukaan informasi, Jumat (13/12/2024).
Setelah transaksi ini, total kepemilikan NCKL di PT Obi Nickel Cobalt menjadi 20% dari sebelumnya 10%, dengan nilai saham Rp1,25 triliun atau setara dengan 1.256.480 juta saham.
Adapun, porsi kepemilikan Li Yuen Pte. Ltd atas Obi Nickel berkurang dari sebelumnya 30% menjadi 20%, dengan nilai saham yang sama dengan NCKL.
Baca Juga
Di sisi lain, Lygend New Power (Hong Kong) Limited menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan mencapai 60% atau setara dengan 3.769.440 lembar saham. Porsi saham itu setara dengan Rp3,76 triliun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Harita Nickel mencatatkan laba sebesar Rp4,83 triliun sepanjang Januari sampai dengan September 2024. Torehan laba itu naik 4,09% dari posisi periode yang sama tahun sebelumnya di angka Rp4,46 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang berakhir September 2024, emiten berkode NCKL membukukan pendapatan sebesar Rp20,37 triliun atau naik 18,37% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di angka Rp17,29 triliun.
Sebagian besar pendapatan itu berasal dari akun pengolahan nikel mencapai Rp17,74 triliun, naik dari posisi pencatatan tahun lalu di angka Rp14,86 triliun. Adapun, pendapatan dari kontrak penambangan nikel relatif stabil di angka Rp2,63 triliun.
Mayoritas kontrak pengolahan nikel itu berasal dari Lygend Resources & Technology Co. Ltd., China dengan nilai Rp10,86 triliun atau mengambil porsi 53% dari seluruh pendapatan kontrak pengolahan nikel perseroan.
Selanjutnya, Nigbo Lygend Wisdom Co. Ltd. Tiongkok mencatat pembelian sebesar Rp4,11 triliun atau 20% dari keseluruhan kontrak pengolahan nikel.
Sementara 14% atau sekitar Rp2,76 triliun kontrak pengolahan nikel berasal dari Glencore International AG, Swiss. Sisanya kontrak NCKL bersama dengan pihak berelasi dengan nilai Rp2,63 triliun.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.