Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penguatan IHSG 1 Persen Topang Laju Rupiah

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri pergerakan pada level yang sama dengan perdagangan kemarin yakni di level 14.405 per dolar AS atau 0,00 persen.
Karyawati Bank BNI menghitung uang Rupiah, di Jakarta, Senin (3/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Karyawati Bank BNI menghitung uang Rupiah, di Jakarta, Senin (3/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah ditutup stagnan pada perdagangan Rabu (10/3/2021). Stabilnya nilai tukar mata uang garuda ditopang penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri pergerakan pada level yang sama dengan perdagangan kemarin yakni di level 14.405 per dolar AS atau 0,00 persen.

Di awal perdagangan, nilai tukar rupiah sempat menguat ke level 14.390 per dolar AS. Namun berbalik melemah dan bergerak di rentang 14.110—14.115 sebelum akhirnya ditutup pada level 14.405 per dolar AS.

Data yang diterbitkan Bank Indonesia pagi ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.421 per dolar AS, melemah 47 poin atau 0,32 persen dari posisi kemarin, Selasa (9/3/2021) Rp14.468 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia mengalami depresiasi pada perdagangan hari ini seperti peso Filipina -0,22 persen, ringgit Malaysia -0,18 persen, won Korea Selatan -0,17 persen, yuan China, -0,02 persen dan baht Thailand -0,01 persen.

Di sisi lain, indeks dolar AS terpantau menguat 0,04 poin atau 0,05 persen ke level 92,005.

VP Economist Permata Bank Josua Pardede mengatakan nilai tukar rupiah urung parkir di zona merah karena terdorong sentimen dari pasar saham, yang mana indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini menguat sebesar 1,05 persen ke level 6.264,46.

“Stabilnya nilai tukar rupiah ditopang oleh penguatan IHSG,” katanya kepada Bisnis, Rabu (10/2/2021)

Sementara itu, dari pasar obligasi hari ini imbal hasil surat utang negara (SUN) terpantau turun sekitar 5 bps menjadi 6,75 persen meskipun yield US Treasury naik sekitar 3 bps menjadi 1,55 persen.

Kenaikan yield UST tersebut dipengaruhi oleh ekspektasi rilis data inflasi AS bulan Feb'21 yang akan dirilis malam ini dimana diperkirakan sekitar 1,7 year on year dari bulan sebelumnya 1,4 persen year on year.

Josua menilai ekspektasi kenaikan inflasi AS tersebut selanjutnya berpotensi mendorong peningkatan cost of borrowing apalagi pasca paket stimulus AS dengan total US$1,9triliun berpotensi mendorong pemulihan ekonomi AS.

USD/IDR diperkirakan masih akan berkisar di rentang 14.375-14.475 dalam jangka pendek ini,” ujar dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper