Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten perbankan kompak melenggang di zona merah pada perdagangan Selasa (22/9/2020) seiring dengan bocoran laporan Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) yang menyebutkan ada 20 bank di Indonesia diduga menjadi tempat lalu lalang transaksi mencurigakan.
Hingga pukul 09.33 WIB, mayoritas saham perbankan terkoreksi dan terperangkap untuk bergerak di zona merah. Pelemahan dipimpin oleh PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP) yang turun 4,1 persen ke level Rp234 dan diikuti oleh PT Bank BRISyariah Tbk. (BRIS) yang melemah 3,64 persen ke level Rp795.
Tidak kalah, emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar besar pun ikut bergerak melemah. PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) melemah 3,2 persen ke level Rp5.300, kemudian PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) terkoreksi 2,19 persen ke Rp3.120, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) turun 1,52 persen ke Rp27.600.
Selain itu, PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) juga turun 2,8 persen ke level Rp1.215 dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) terkoreksi 1,74 persen ke level Rp4.510.
Adapun, dilansir Tempo.co pada Senin (21/9/2020), dalam dokumen FinCEN tercatat ada 20 bank di Indonesia, baik swasta maupun milik pemerintah, yang diduga menjadi tempat lalu lalang 496 transaksi mencurigakan sejak 22 Desember 2008 hingga 3 Juli 2017.
Total nilai transaksi janggal di perbankan nasional itu mencapai US$504,6 juta atau setara Rp7,5 triliun—dengan kurs Rp 14.800 per dolar Amerika. Lebih dari separuhnya berupa duit yang ditransfer dari bank-bank dalam negeri.
Baca Juga
Salah satu bank pelat merah, misalnya, tercatat menjadi sarana lalu lintas 111 transaksi mencurigakan bersama sejumlah bank asing. Total pengiriman dana dari bank ini yang diidentifikasi FinCEN sebagai transaksi mencurigakan mencapai US$ 250,39 juta atau senilai Rp3,7 triliun.
Sebaliknya, bank juga terekam menerima transaksi mencurigakan sebesar US$42,34 juta atau sekitar Rp626 miliar.
Transaksi mencurigakan dalam jumlah besar pada periode pencatatan FinCEN juga melibatkan bank pelat merah lainnya. Institusi keuangan ini tercatat dalam transaksi pengiriman dana senilai US$10,2 juta atau sekitar Rp150 miliar ke sebuah rekening di bank Singapura, pada 12 Maret 2015.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Dian Ediana Rae (PPATK) menyatakan lembaganya telah mengetahui berbagai laporan transaksi mencurigakan yang ditemukan FinCEN dan memastikan akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Dian tak menampik bahwa sistem anti-pencucian uang hingga saat ini belum 100 persen imun terhadap masuknya uang hasil kejahatan.
Banyak hal, kata dia, mesti diperbaiki, termasuk dalam hal kualitas pelaporan. Bank, menurut Dian, juga perlu menerapkan sepenuhnya prinsip mengenal nasabah. “Ini yang sedang kami pertajam,” ucapnya.
Dian juga memastikan PPATK tidak akan menoleransi jika ada bank yang tak melaporkan transaksi mencurigakan.
“Itu yang disebut tindak pidana pencucian uang pasif, tahu tapi membiarkan. Kami tidak menoleransi keterlambatan, ketidakakuratan, dan tidak melaporkan,” ujarnya