Bisnis.com, JAKARTA – Investor saham Selandia Baru memandang optimis terhadap rencana pelonggaran lockdown di negara tersebut, yang menjadi salah satu pembatasan paling ketat di dunia untuk mengekang penyebaran virus corona.
Pasar saham Selandia Baru menjadi pasar terbaik kedua di Asia-Pasifik sejak kejatuhan pasar global Maret lalu. Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P/NZX 20 telah menguat 7,15 persen sepanjang tahun ini.
Kasus infeksi Covid-19 yang berkurang dan langkah-langkah untuk melonggarkan pembatasan telah membantu pasar memulihkan sekitar 27 persen dari level terendahnya bulan Maret, hanya tertinggal dari indeks Kospi Korea Selatan yang melemah 33 persen.
"Pasar mengambil pandangan yang relatif optimis ketika negara mulai melonggarkan aturan pembatasan,” kata Frances Sweetman, analis senior di Milford Asset Management, seperti dikutip Bloomberg.
"Masih ada banyak ketidakpastian tentang bagaimana pergerakan dalam 12 bulan ke depan karena investor mempertimbangkan bagaimana pandemi berdampak pada ekonomi dan kinerja perusahaan,” lanjutnya.
Pekan ini, Selandia Baru mulai melonggarkan lockdown setelah menerapkan strategi eliminasi untuk menghentikan penyebaran virus. Kurangnya kejelasan mengenai kinerja emiten dan ketegangan geopolitik yang kembali meningkat kembali membuat investor sulit untuk menilai prospek indeks S&P/NZX 50.
Baca Juga
Langkah pelonggaran lockdown secara bertahap, yang akan mengijinkan toko ritel dan bisnis lain untuk buka kembali, datang ketika tingkat pengangguran meningkat dan ekonomi mulai merosot.
Selandia Baru diperkirakan akan menderita rekor kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 dan tingkat pengangguran diproyeksikan naik menjadi dua digit.
Di sisi lain, proyeksi kinerja ekonomi mencerminkan tekanan ekonomi dari wabah virus corona. UBS Group AG mencatat laba per saham emiten di Selandia Baru untuk 12 bulan ke depan telah turun sekitar 17 persen sejak awal tahun.
"Kami percaya estimasi pendapatan konsensus akan lesu karena sekitar setengah dari saham di NZX 50 belum menyesuaikan laba per saham selama pandemi ini," tulis analis UBS yang dipimpin oleh Jeremy Kincaid.
Sweetman mengatakan musim laporan keuangan emiten yang akan datang akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang dampak ekonomi. Meningkatnya gejolak AS-China juga dapat membebani pasar global, termasuk Selandia Baru.
Namun, suku bunga rendah yang membuat indeks saham acuan mencatat kenaikan terbesar pada 2019 akan terus mendukung penguatan saham. Selandia Baru juga mendapat manfaat dari konsentrasi tinggi saham defensif, ungkap analis Jarden Securities Ltd. Arie Dekker.