Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Saham Berpotensi Menguat pada Semester II/2019, Ini Sentimennya Versi Bahana TCW

Sejumlah sentimen eksternal dan internal diperkirakan bakal mendorong penguatan kinerja pasar saham pada semester II/2019.
Chief Economist & Direktur Investor Relations Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menjawab pertanyaan redaksi di sela-sela Bisnis Indonesia Leader's Day, di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, Selasa (5/9/2017)./JIBI-Endang Muchtar
Chief Economist & Direktur Investor Relations Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menjawab pertanyaan redaksi di sela-sela Bisnis Indonesia Leader's Day, di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, Selasa (5/9/2017)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA -- Usainya berbagai proses terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 diyakini akan memberi sentimen positif terhadap pergerakan pasar saham Indonesia pada semester II/2019. 

Dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (23/7/2019), Kepala Ekonom dan Makro Ekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Budi Hikmat optimistis kinerja pasar saham kembali berpeluang menguat. Alasannya, ada beberapa faktor yang bisa mendongkrak pertumbuhan.

Pertama, sentimen positif dari The Fed yang memberi sinyal kuat untuk menurunkan suku bunga pada akhir Juli 2019. Dari segi valuasi, dia menilai bursa saham Indonesia masih lebih murah dibandingkan bursa saham beberapa negara di Asia, sehingga dapat memikat investor asing untuk kembali berinvestasi di Indonesia.

Di samping itu, Bank Indonesia (BI) juga telah menurunkan suku bunga BI 7 Days (Reverse) Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen. Hal ini membuat suku bunga deposito cenderung turun, yang diantisipasi dengan bunga obligasi.

Sementara itu, faktor pendapatan perusahaan masih belum memberi hasil maksimal karena daya beli masyarakat belum membaik. Budi memperkirakan pendapatan korporasi akan berada di kisaran 8-10 persen pada tahun ini.

Dia menyebutkan sejumlah sektor yang dipandang menarik untuk dicermati di tengah membaiknya pasar saham, yakni perbankan, konsumen, dan properti. Sebaliknya, sektor yang harus diwaspadai adalah komoditas, termasuk batu bara dan minyak sawit (CPO), sebagai dampak dari perlambatan ekonomi yang terjadi di China.

Di sisi lain, rupiah juga mulai menunjukkan penguatan pada pekan lalu. Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat 0,49 persen terhadap dolar AS, ke posisi Rp13.930. Mata uang Garuda sekaligus menjadi mata uang terbaik di Asia sepanjang bulan ini, setelah menguat 1 persen terhadap dolar AS.

Meski demikian, Budi menilai rupiah belum menguat secara fundamental tetapi disebabkan masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia. Capital inflow ini masuk melalui Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp118,1 triliun dan saham sebesar Rp74 triliun. 

Dia mencatat kepemilikan investor asing terhadap SBN sudah melampaui Rp1.000 triliun. 

Namun, Indonesia juga masih mengalami defisit neraca dagang, yang jumlahnya mencapai US$1,93 miliar sepanjang semester I/2019. Walaupun ada surplus US$200 juta pada Juni 2019, tapi defisit neraca dagang yang terjadi masih merupakan defisit terdalam selama 4 tahun terakhir. 

“Tantangan terbesar kita saat ini, adalah penyembuhan defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD). Kebijakan moneter dan fiskal saja tak cukup memperbaiki CAD. Hal yang kita tunggu saat ini adalah kabinet pemerintah yang baru untuk memberi solusi dalam memacu produktivitas dan daya saing”, ungkap Budi.

Membengkaknya CAD dipandang turut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat Indonesia menggunakan produk impor yang tak berpengaruh terhadap produktivitas lokal.

“Semasa era commodity booming, sektor manufaktur kurang dapat dukungan sedangkan belanja masyarakat untuk barang impor tumbuh pesat. Ketika booming berakhir, belanja barang impor sulit ditekan sedangkan sektor manufaktur sulit menyerap tenaga kerja yang menghasilkan pendapatan untuk rumah tangga," tambahnya.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper