Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah melihat pelemahan rupiah ke kisaran Rp11.600 per dolar Amerika Serikat terjadi karena kebutuhan mata uang Negeri Paman Sam yang meningkat memasuki kuartal II/2014.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan lonjakan kebutuhan dolar AS biasa terjadi jelang tengah tahun, berkaitan dengan kebutuhan untuk repatriasi laba perusahaan penanaman modal asing (PMA), impor dan pembayaran utang jatuh tempo.
Rupiah pun menurutnya tak sendirian. Mata uang regional mengalami nasib yang sama, seperti ringgit dan rupee. Dia meyakini pelemahan hanya temporer.
"Tidak apa-apa karena fundamentalnya relatif oke. Saya baru cek, ya belum tentu benar, tapi forecast kami, neraca perdagangan (Maret) kelihatannya bisa surplus. Inflasi (April) juga terkendali, bahkan bisa deflasi," katanya, Kamis (24/4/2014).
Rupiah tertekan sejak pekan lalu. Hingga Rabu (23/4/2014) rupiah berada di posisi Rp11.630 per dolar AS atau terdepresiasi 2,4% sejak awal bulan (month to date), menurut Bloomberg Dollar Index.
Adapun hingga pukul 13.00 hari ini, rupiah diperdagangkan Rp11.606 per dolar AS, menguat 0,2% dari penutupan hari sebelumnya.