Bisnis.com, JAKARTA — Rebalancing saham dalam Indeks Morgan Stanley Capital International atau MSCI periode Agustus 2025 telah resmi ditetapkan. Saham-saham ini akan menjadi rujukan para manajer indeks global efektif mulai 27 Agustus 2025.
Dalam pengumuman MSCI terbaru, dua saham konglomerat Indonesia dari sayap bisnis batu bara ditambahkan ke dalam acuan dunia alias MSCI Global Standard Index. Kedua perusahaan itu adalah holding multimedia hingga tambang batu bara milik grup Sinar Mas yakni PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan serta milik Prajogo Pangestu yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN). Saat yang sama MSCI menggusur tambang batu bara yang dikendalikan Garibaldi ‘Boy’ Thohir yakni PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) yang bergeser ke MSCI Small Cap Index.
Lalu bagaimana kinerja kedua saham yang baru bergabung untuk acuan global ini? Berdasarkan catatan Bisnis, saham CUAN meraup pendapatan US$462,11 juta atau setara Rp7,57 triliun sepanjang pada semester I/2025. Pendapatan ini naik 49,22% YoY dari US$309,69 juta.
Kinerja CUAN ini didorong oleh penjualan batu bara sebesar US$108,05 juta, konstruksi dan rekayasa senilai US$159,33 juta, penambangan sebesar US$158,55 juta, jasa sebesar US$34,81 juta dan pendapatan lain-lain senilai US$1,35 juta.
Kendati begitu, laba bersih perusahaan hanya US$1,94 juta atau setara Rp31,86 miliar (estimasi kurs Rp16.399 per dolar AS) atau turun signifikan 93,43% YoY.
Saham CUAN mencatatkan Prajogo Pangestu dengan porsi kepemilikan saham terbesar. Prajogo yang dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia versi Forbes' Real-Time Billionaires itu menggenggam 95,52 miliar saham atau 84,96%. Selanjutnya, investor publik yang menguasai 16,87 miliar saham atau 15%.
Baca Juga
Lebih terperinci, investor publik terbesar berasal dari kalangan investor asing dengan 13,93 miliar. Dari situ, terdapat investor dari bank asing yang menguasai 8,71 miliar. Ada juga investor dari korporasi asing yang menggenggam 4,09 miliar saham.
Meski sahamnya terkonsentrasi, kinerja saham CUAN menarik perhatian investor karena memberikan capital gain yang solid. Sejak IPO pada Maret 2023 pada level harga Rp220, saham ini terus mendaki ke level Rp14.400 pada 31 Januari 2025. Selanjutnya pada Juli lalu, perusahaan melakukan pemecahan nilai saham 1:10 dan setelahnya menyentuh level penutupan tertinggi di harga Rp1.655 atau setara Rp16.550 jika tidak dipecah. Kondisi ini memberi investor yang ikut saat IPO keuntungan 7.422,72%.
Saham pilihan MSCI Global Standard Index berikutnya juga memberi keuntungan jumbo bagi investornya. Saham DSSA dimulai pada level Rp9.000-an pada 2021 ketika kembali aktif diperdagangkan setelah dilakukan suspensi panjang. Harga saham ini kemudian terus mencetak rekor hingga menjadi yang termahal di level Rp280.000 per lembar pada Juli 2024. Setelahnya perusahaan melakukan pemecahan nilai 1:10. Tidak bertahan lama, pada penutupan perdagangan kemarin (7/8/2025) harga saham DSSA bertengger pada level Rp65.500 atau tanpa stock split mencapai Rp655.500 per lembar. Capaian ini membuat pemegang saham DSSA telah mengalami kenaikan 7.183,33% sejak 2021.
DSSA sendiri belum melaporkan kinerja keuangan per 30 Juni 2025 karena telah melakukan audit. Sesuai regulasi, laporan audit diterima BEI paling lambat pada 30 September 2025.
Sementara itu pada kuartal I/2025, DSSA melaporkan membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$80,5 juta atau Rp1,31 triliun (asumsi Rp16.296 per dolar AS).
Capaian laba DSSA itu menyusut 21,71% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih DSSA pada periode yang sama tahun sebelumnya US$102,83 juta atau Rp1,67 triliun.
Penyusutan laba DSSA terjadi seiring pendapatan usaha yang turun 7,43% yoy menjadi US$737,55 juta atau Rp12,01 triliun pada tiga bulan pertama 2025, dibandingkan US$796,78 juta atau Rp12,98 triliun pada tiga bulan pertama 2024.
Kontributor utama dari pendapatan usaha perseroan berasal dari segmen usaha pertambangan dan perdagangan batu bara yakni US$665,27 juta. Lalu, segmen usaha penyediaan TV cable, internet, dan teknologi menyumbang pendapatan US$46,12 juta. Segmen usaha perdagangan menyumbang pendapatan US$26,11 juta dan energi terbarukan meraup pendapatan US$28.629.
Untuk MSCI Small Cap Index, selain ADRO, saham yang masuk lain juga milik Boy Thohir yakni PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI). Ada juga milik konglomerat media Hary Iswanto Tanoesoedibjo melalui PT MNC Tourism Indonesia Tbk. (KPIG), pengusaha senior TP Rachmat melalui PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG).
Dari kelompok ini, grup Prajogo Pangestu juga ambil bagian. Saham PT Petrosea Tbk. (PTRO), adalah kontraktor tambang yang dikuasai pengusaha asal Kalimantan itu. dan PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) adalah entitas afiliasi karena secara tidak langsung berinvestasi melalui Chandra Daya (CDIA) juga dimasukkan oleh MSCI ke dalam saham yang diperhatikan.
Sementara itu, saham yang keluar dari MSCI Small Cap Index adalah PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) dan PT Panin Financial Tbk. (PNLF).
Hasil MSCI ini sebelumnya sudah diperkirakan oleh analis. Investment Analyst Capital Asset Management, Martin Aditya menilai jika melihat dari kriteria market cap dan free float, maka kemungkinan besar saham Grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) akan masuk ke Indeks MSCI large cap.
Lalu, saham Prajogo Pangestu PT Petrosea Tbk. (PTRO) diperkirakan dapat masuk ke indeks MSCI Mid Cap. Sementara itu, saham tambang emas PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) diperkirakan akan diturunkan ke indeks MSCI Mid Cap.
“Tapi bisa saja ya tidak ada perubahan, tetap stay. Tetapi hanya berubah bobotnya karena ini kalau tidak salah rebalancing minor,” ujar Martin.
Berikut ringkasan hasil rebalancing indeks MSCI periode Agustus 2025:
MSCI Global Standard Indexes
Additions : DSSA, CUAN
Deletions : ADRO
MSCI Small Cap Indexes
Additions : AADI, ADRO, KPIG, PTRO, RATU, TAPG
Deletions : MBMA, PNLF
MSCI Micro Cap Indexes
Additions : -
Deletions : -