Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana untuk mengubah skema royalti bagi perusahaan tambang. Analis melihat dua emiten yaitu PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dapat diperhatikan pelaku pasar akibat perubahan ini.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan emiten yang berkomitmen dalam memenuhi ketentuan dalam hal Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) semestinya akan diuntungkan dengan perubahan skema royalti ini.
"Jadi ya perubahan aturan ini bukan hanya menambah beban biaya," tutur Nafan, Senin (17/3/2025).
Sebagai informasi, penyesuaian royalti ini rencananya akan dikenakan untuk kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak PKP2B yang akan naik 1% untuk batu bara dengan kalori kurang dari 4.200 dan kalori lebih dari 4.200 sampai 5.200 ketika harga batu bara acuan (HBA) lebih dari US$90 per ton.
Sementara itu, penerimaan hasil tambang (PHT) untuk kalori dan HBA yang sama turun 1%. Kemudian, kontrak IUPK atau perpanjangan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) akan mengalami rentang tarif yang diubah.
Pemerintah juga berencana menyesuaikan tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan dengan kontrak IUPK dari 22% menjadi sesuai dengan peraturan di bidang pajak penghasilan.
Baca Juga
Nafan mencermati dengan aturan tersebut, emiten yang diuntungkan adalah AADI dan BUMI. Adapun Nafan memberikan rekomendasi accumulating potential untuk AADI dengan target harga Rp8.550 per saham, dan accumulating untuk BUMI dengan target harga Rp118 per saham.
"Apalagi nanti harga batu bara kembali normal dari sebelumnya itu di bawah level 100. Jadi memang permintaan global terhadap batu bara cenderung stabil," tuturnya.
Adapun pada 2024 lalu, AADI melakukan pembayaran royalti sebesar US$1,02 miliar, atau setara Rp16,4 triliun sepanjang tahun 2024 (kurs Jisdor Rp16.157 per dolar AS 31 Desember 2024).
Jumlah royalti AADI ini turun 22,02% dari tahun 2023 yang sebesar US$1,3 miliar. Sementara itu, BUMI hingga saat ini belum melaporkan kinerja keuangan tahun 2024.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.